Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. Dok: Sindonews
Ketua Dewan Pakar Pusat Kajian, Advokasi, dan Konservasi Alam (Pusaka Kalam), Prof. Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA mengungkapkan hal tersebut Menyambut Baik hasil Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Permasalahan dan Strategi Pengelolaan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) secara Optimal dan Berkelanjutan” Di IPB Bogor, beberapa hari lalu. ’’Pengurangan Pembelian Barang Di Luar Negeri pupuk Berencana Memperbaiki efisiensi dan daya saing industri kelapa sawit yang Berencana Memberi lapangan kerja dan kesempatan Berusaha Untuk Kelompok Di sepanjang rantai pasok nasional Ke industri kelapa sawit, yang Ke akhirnya Memperbaiki pendapatan nasional Indonesia,’’ ungkap Prof Yanto Santoso Di keterangannya Di Jakarta Ke Minggu (24/11/2024).
Sebagai mencapai hal tersebut, lanjut Yanto Santoso, Dukungan pemerintah Di semua kementerian Yang Berhubungan Di diperlukan Sebagai memanfaatkan sumber daya LCPKS yang melimpah tersebut.
Lebih jauh, pemanfaatan LCPKS juga mendukung pengurangan penggunaan pupuk kimia yang mengakibatkan jejak karbon yang lebih tinggi, yakni Di Dari jejak karbon proses produksi pupuk kimia, Sesudah Itu transportasi pupuk kimia sampai Di aplikasinya Di lapangan. Menurut dia, pengurangan penggunaan pupuk kimia juga berdampak Ke penurunan biaya operasional secara signifikan yang Ke gilirannya Berencana berdampak Ke indeks kinerja dan harga tandan buah segar (TBS) petani yang lebih baik Lantaran biaya operasional menurun. ‘’Karena Itu, pemanfaatan LCPKS sebagai pupuk organik yang ramah lingkungan, ekonomi dan agronomi menjadi solusi Pada permasalahan tersebut,’’ paparnya.
Diakuinya, masih banyak pihak belum memahami jika dikelola secara professional, potensi LCPKS sangat besar yang bisa menjadi sumberdaya multimanfaat Di aspek lingkungan, agronomi, dan ekonomi. Pada ini, Kelompok masih menganggap bahwa LCPKS adalah limbah atau sampah berbahaya yang harus dibuang.
Berbagai Eksperimen Menunjukkan bahwa pemanfaatan LCPKS berpeluang Memberi manfaat Sebagai lingkungan, agronomi maupun ekonomi. Di antaranya : LCPKS sebagai Gizi organik Melewati Land Application (LA), LCPKS sebagai sumber bahan bakar hingga pemenuhan produk Low GHG Di methane capture (MC). ‘’Beberapa alternatif Di pemanfaatan LCPKS selain LA dan MC, misalnya Di pengolahan berbasis alam Di kombinasi LCPKS dan lalat BSF (Black Soldier Fly) serta jangka panjang dapat bermanfaat sebagai bioplastic,’’ ungkap Prof Yanto Santoso.
Dia juga menyoroti masih adanya sejumlah permasalahan Di pemanfaatan LCKPS secara optimal. Pertama, ketidakjelasan regulasi, Di dicabutnya Kepmen LH No. 28/2003 dan No. 29/2003 Di Permen LHK No.5/2021 menyebabkan tidak adanya baku mutu teknis pemanfaatan LCPKS Sebagai Gadget Lunak tanah (Land Application). Kedua, Permen LHK No. 5/2021 belum mengatur secara detail prosedur, standar baku mutu, serta waktu pengurusan persetujuan teknis (Pertek) dan Surat Kelayakan Operasional (SLO). Ketiga, minimnya koordinasi Di pemerintah pusat dan Lokasi Di pengawasan industri sawit. Keempat, patut diduga masih terdapat beberapa perusahaan yang kurang disiplin Di pelaksanaan Gadget Lunak LCPKS Di lapangan Agar terindikasi adanya kebocoran/limpasan LCPKS yang menyebabkan Pencemaran Alam.
Sebelumnya Itu, Ke Pada FGD, Prof. Ir. Tjandra Setiadi, M.Eng., Ph.D. Di ITB Bandung menguraikan tiga tantangan utama Di pengelolaan limbah cair kelapa sawit (POME) Di masa Di. Pertama, keterbatasan lahan menjadi Permasalahan mendesak Lantaran peningkatan produksi kelapa sawit membutuhkan lebih banyak ruang Sebagai pengolahan limbah. Kedua, regulasi lingkungan yang Lebihterus ketat mengharuskan industri Menerapkan langkah-langkah Sebagai mengontrol dan mencegah pencemaran Di standar tinggi. Ketiga, efisiensi pengolahan menuntut Pembuatan Keahlian yang hemat energi, ramah lingkungan, Akan Tetapi tetap terjangkau secara ekonomi.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Sawit Dukung Target Kemajuan Ekonomi 8%