Seniman muda I Made Agus Saputra Melakukanupaya memanggungkan Bali Di lukisan-lukisannya. Foto-foto: Istimewa
baca juga: Seniman Bali Hadirkan Lukisan Bertema Catharsis Di Trend Jeans
Agus memanggungkan solo show-nya Di CG Artspace, bulan Juni ini, dan memulai debutnya melukis kembali Hingga arah pola-pola azali karakternya, yakni representasi lukisan realis-komikal yang Di perspektif spasial Lukisan, menimba inspirasi gaya klasik Batuan Bali yang padat sekujur Lukisan lukisan. Ia Dari akhir 2019 telah menanggalkan ekspresi-ekspresi lukisan abstraktifnya.
Agus menggali secara personal tentang Bali yang penuh paradoks, semisal Di wawancara Di penulis, ia menyebut wisatawan mancanegara, terutama Di Barat acapkali bertingkah aneh. Satu waktu, wisman itu Di uniknya Melakukan alas Latihan Yoga dan memulai aktifitas gerak tubuh Di Ditengah jalan. Tentu saja mengganggu para User jalan yang lain.
Di lain waktu, ia Merasakan sekelompok “bule” yang menurut Agus, menyerobot lampu merah lalu-lintas bersama iringan Kendaraan Bermotor Roda Dua Di gaya zig-zag Di rileksnya, tanpa merasa bersalah. Agus merasakan paradoks tentang Bali terang-benderang terasa.
Pada sama ia Merasakan banyak “bule” yang peduli Di sampah, menjadi Sukarelawan “pembersih kota dadakan”, yang mereka juga sangat perhatian Di binatang-binatang, seperti anjing-anjing yang terlantar Di Perjalanan Kaki besar Di Bali, yang membuat nyaman dan lansekap kota menjadi bersih.
“Yang paling parah, tentu munculnya kluster-kluster privat dan terisolasi, Di area dan lahan tertentu Di Bali, mereka seolah Memperoleh “istana-istana privat tersendiri” Di membeli tanah-tanah Di sana” terang Agus.
Tetapi Agus tak menampik, bahwa Bali terbantu pula Dari jumlah wisatawan yang Lebihterus banyak datang. “Tentu saja keniscayaan modernisme membantu sekaligus mengkhawatirkan kerusakan ekologis pun Kebiasaan yang ditanggalkan” ungkapnya.
Keluhan Agus dimulai puluhan tahun lampau Di ramalan reportase Majalah LIFE edisi September 1937, mengomentari Literatur seniman yang tenar Di kalangan seniman papan atas Di Fifth Avenue, Manhattan, New York, Amerika Serikat, yakni José Miguel Covarrubias Duclaud, Di Island of Bali menyebut:
“Bukanlah mistisme pun keelokan Bali yang membuat miris hati Covarrubias, tetapi Di masa Di Pulau Dewata Berencana berantakan dibanjiri wisatawan yang Berencana berseberangan Di Adat Istiadat Dunia dan merusak peradaban lokal.”
Covarrubias seniman mural, ilustrator dan pelukis sekaligus seorang sejarawan Seni Adat Istiadat pun etnolog kelahiran Meksiko yang mengenalkan Bali sebagai surga wisata eksotis dunia Di sebutan Pulau Dewata.
Ia membuat tergila-gila orang-orang New York datang Hingga Bali, yang Pada sama Di tahun awal 30-an itu, ia bertemu tokoh ekspatriat Seni Adat Istiadat lukis Bali, Walter Spies. Sang seniman multi-talenta perintis Pita Maha, yang merupakan kumpulan pelukis Bali dan para ekspatriat yang menemukan “modernisasi Seni Adat Istiadat lukis” Bali.
Warisan Walter Spies dan Sabung Ayam
Sejarah kolonial, termasuk gaya pelukis Walter Spies yang “menggubah” paras Seni Adat Istiadat lukis Bali zaman doeloe yang penuh mitos, dan wara cerita rakyat menjadi modern pun Karena Itu sasaran dekonstruksi visual ala Agus.
Gaya Spies yang menggambarkan realitas sehari-hari, juga bentuk terasering persawahan, perawan-perawan telanjang dada serta atsmosfer matahari pagi yang membuncah, mendadak diplesetkan Dari Agus Di partisi-partisi berupa lukisan Di juluk “Taman Becik Pisan (After Spies)”, 2023 – 2024, panel #2 (Cover panel). Di cara “menyelundupkan” sosok-sosok tentara Belanda Di Ditengah kehidupan persawahan serta Di ufuk timur muncul simbol Kincir Angin khas objek Di Belanda.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Paradoks Bali dan Seniman Agus Saputra