Pemerintah diingatkan jelang puncak musim kemarau Di Juni, Juli, dan Agustus, yakni karhutla. Penegasan ini disampaikan Dari Bambang Haryo Soekartono (BHS). Foto/Istimewa
“Pemerintah seharusnya belajar Di Penghayatan tahun Sebelumnya, yaitu 2015, 2017, 2019, dan 2023. Karhutla itu, tak hanya menghancurkan hutan tapi juga menyebabkan kematian Untuk flora dan fauna endemic,” kata BHS, Senin (10/6/2024).
“Menimbulkan gangguan Kesejajaran Di Kelompok, hingga polusi udara, yang bukan hanya dialami penduduk sekitarnya tapi jauh hingga Hingga kota besar, seperti Jakarta dan Negeri tetangga,” tambahnya.
Ia menekankan, berdasarkan fakta Di lapangan, polusi udara yang terjadi Di Jakarta, juga disebabkan Dari karhutla.
“Pada terjadi karhutla Di puncak musim kemarau, tingkat Mutu udara Di Jakarta itu memburuk. Artinya, ada keterkaitan Di Peristiwa Pidana ini,” ungkapnya.
Belum dampak Di Kesejajaran, Pada terjadi karhutla, banyak Peristiwa Pidana ISPA terutama Di Kelompok Di Di lokasi karhutla.
“Belum terhambatnya Pembelajaran, Lantaran Pada terjadi karhutla mayoritas sekolah Berencana diliburkan. Dan juga gangguan Di transportasi, terutama Di transportasi udara,” jelasnya lagi.
BHS Berkata, seharusnya pemerintah sudah melakukan berbagai langkah antisipasi Sebagai menghindari potensi karhutla dan munculnya hotspot.
“Pemerintah kan bisa belajar Di Negeri tetangga. Seperti Malaysia dan Papua Nugini. Malaysia itu hutannya hanya 1/4 Di Indonesia tapi langkah Pra-Penanganan karhutla-nya jauh lebih baik Di Indonesia,” tegasnya.
Langkah yang dimaksud Dari BHS adalah melakukan penyiraman Di Daerah hutan, terutama yang masuk Di Daerah rawan karhutla.
“Hutan Indonesia ini adalah hutan tropis, yang membutuhkan air. Bersama terus membasahi hutan, seperti Malaysia dan Papua Nugini yang melakukan penyiraman hutan Bersama menggunakan pesawat,” tuturnya.
“Maka tanaman itu tidak Berencana kering. Daun hijau itu mengandung 80 persen air dan tidak Berencana mudah terbakar. Tapi itu hanya bertahan 21 hari. Karena Itu, harus ada langkah Pra-Penanganan tanaman itu mengering. Caranya, ya Bersama melakukan penyiraman seminggu sekali,” sambungnya.
Di Di Itu lanjutnya, pemerintah juga harus Menyusun infrastrukturnya dan memastikan sinergi Antara kementerian terjalin Bersama baik.
“Kalau mau melakukan penyiraman secara rutin, artinya pesawatnya juga harus ada. Artinya, ada sinergi Antara KLHK, Kemenhub atau TNI. Tidak ada lagi, yang namanya saling lempar tanggung jawab,” ujarnya.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Jelang Musim Kemarau, Politikus Gerindra Ingatkan Potensi Karhutla