Alasan Psikologis Hubungan Guru-Murid Hingga Gorontalo Tak Bisa Disebut ‘Suka Sama Suka’


Jakarta

Video hubungan seks Di seorang oknum guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Hingga Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo berinisial DH (57) Bersama salah satu siswinya berinisial P yang masih Hingga bawah umur viral Hingga media sosial. Modus yang dilakukan pelaku adalah sering membantu P Untuk kesehariannya.

“Lalu modus yang terjadi memang hubungan asmara, Lantaran bersangkutan merasa Individu Terduga ini mengayomi, membantu tugas, memberi perhatian lebih. Akhirnya korban pun merasa nyaman sampai terjadi seperti itu,” kata Kapolres Gorontalo AKBP Deddy Herman dikutip Untuk detikSulsel.

Pandangan netizen Yang Berhubungan Bersama Peristiwa Pidana tersebut terbelah. Sambil ada yang menilai hubungan tersebut terjadi atas dasar suka sama suka, tidak sedikit pula yang menyebutnya sebagai ‘sexual grooming’ Lantaran melibatkan anak Hingga bawah umur.


Psikolog klinis Anastasia Sari Dewi menegaskan, anggapan ‘suka sama suka’ tidak tepat diberikan Ke hubungan bersifat romantis yang terjadi Ke orang dewasa dan anak Hingga bawah umur. Menurutnya, anggapan tersebut Justru bisa berbahaya.

Ia menjelaskan, secara biologis, Perkembangan otak anak Hingga bawah umur belum sekompleks Ke orang dewasa. Hingga Di Itu, kemampuan berpikir, logika, dan analisa anak Hingga bawah umur juga masih didominasi Dari impulsivitas emosi kerjanya dibandingkan Bersama kemampuan berpikirnya.

“Karena Itu seringkali ‘suka sama suka’ yang dirasakan ini masih cenderung dangkal atau tidak didasari yang consent yang tepat atau penuh. Karena Itu masih mudah diombang-ambing dipengaruhi sepihak,” kata Sari ketika dihubungi Dari detikcom, Senin (30/9/2024).

Ia menambahkan bahwa label ‘suka sama suka’ yang diberikan juga tidak tepat apabila melihat adanya dominasi dan pengaruh Untuk orang dewasa yang Memiliki power lebih besar. Terlebih orang dewasa sebagai pelaku juga cenderung Memiliki keinginan buruk Hingga balik niatnya mendekati anak Hingga bawah umur.

Untuk Merasakan keinginannya itu, pelaku biasanya melakukan manipulasi, eksploitasi, dan berbagai bujukan agar korban bisa Memberi apapun yang pelaku inginkan.

“Apalagi kalau jelas-jelas Untuk hubungan tersebut, bukan hubungan yang Memperbaiki atau Menyusun si anak yang Hingga arah baik, tapi justru dimanfaatkan Sebagai hal-hal negatif,” katanya.

Situasi tersebut akhirnya membuat anak Hingga bawah umur menjadi sangat rentan Sebagai menjadi korban Bersama cara dibohongi atau Bersama dimanipulasi.

Situasi ini menurut Sari bisa berbahaya Sebagai anak. Anak akhirnya bisa lebih rentan menjadi korban eksploitasi, pelecehan dan Kekejaman seksual, hingga bisa berdampak Ke trauma jangka panjang.

Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Alasan Psikologis Hubungan Guru-Murid Hingga Gorontalo Tak Bisa Disebut ‘Suka Sama Suka’