Penyebab kebobolan pemerintah Di mengatasi serangan ransomware patut Karena Itu catatan penting. Foto: ist
Dirjen Inisiatif Informatikan Kominfo Samuel Pangerapan menyebut, sebanyak 210 instansi terdampak, mulai instansi pusat dan Daerah.
Tentu saja, insiden ini menimbulkan pertanyaan kritis tentang bagaimana peretas bisa menembus Defender siber pemerintah yang seharusnya ketat?
Cara Kerja Ransomware
Ransomware adalah jenis malware yang dirancang Sebagai mengenkripsi file atau sistem korban, menjadikannya tidak dapat diakses.
Striker Lalu Akansegera meminta tebusan sebagai imbalan atas Kunci dekripsi yang dapat membuka kembali akses Ke data tersebut.
Secara Keseluruhan, ransomware menyebar Melewati beberapa cara:
1. Email Phishing: Email yang tampak resmi Akan Tetapi mengandung lampiran atau tautan berbahaya. Ketika diklik, malware ransomware Akansegera terunduh dan dijalankan Ke sistem korban.
2. Kerentanan Alat Lunak: Peretas dapat mengeksploitasi kelemahan Di Alat lunak yang digunakan Didalam organisasi, termasuk Platform, Inisiatif, atau firmware.
3. Serangan Brute Force: Striker mencoba berbagai kombinasi username dan password Sebagai Merasakan akses Ke sistem.
4. Remote Desktop Protocol (RDP): Striker dapat memanfaatkan celah Perlindungan Di protokol RDP Sebagai Merasakan akses jarak jauh Ke sistem.
Persoalan Sumber Daya Manusia?
Pakar Perlindungan siber Pratama Persadha mengatakan, tanpa melihat hasil audit dan digital forensik Akansegera sangat sulit Sebagai secara pasti menentukan kelemahan yang dimanfaatkan Didalam peretas.
“Akan Tetapi, penyebab utama Di kerentanan sistem Ilmu Pengetahuan pemerintahan biasanya berasal Di rendahnya kesadaran SDM tentang Perlindungan siber. Terutama SDM yang Memperoleh akses Ke Di sistem. Baik itu Di internal organisasi Sebagai keperluan operasional atau pihak lain yang menjadi mitra Di Di pembuatan sistem dan Inisiatif dan membantu organisasi Sebagai melakukan perbaikan jika terjadi masalah,” ungkapnya Di dihubungi SINDONews.
Pratama menyebut, sistem Perlindungan siber tidak bisa dilihat hanya Di satu sisi infrastruktur serta Alat Perlindungan siber saja.
“Tetapi juga harus melihat aspek lainnya seperti pelatihan karyawan Di aspek Perlindungan siber juga menjadi titik kritis Di Perlindungan siber suatu organisasi. Lantaran tak jarang serangan siber yang terjadi berawal Di diretasnya pc/laptop karyawan atau didapatkanya data kredensial karyawan Melewati serangan phising,” ungkap Chairman Lembaga Eksperimen Perlindungan Siber dan dan Komunikasi CISSReC itu.
Masih Memperoleh Celah
Pratama menyebut, meski sistem Perlindungan siber yang dimiliki Didalam lembaga sudah menggunakan sistem yang paling mutakhir dan paling canggih, tetapi jika Pelatihan Di karyawan serta Perlindungan siber Di Alat kerja kurang, maka secara keseluruhan sistem Perlindungan suatu lembaga Akansegera Dikatakan kurang kuat dan atau kurang mumpuni Lantaran masih Memperoleh celah Sebagai masuknya sebuah serangan.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Bagaimana Serangan Ransomware Bisa Menembus Defender Pemerintah?